Monday, February 9, 2015

Malam & hujan

Malam datang lagi. Kali ini, ditemani hujan yang tidak henti-hentinya turun mengguyur ibukota sejak matahari terbit pagi ini. Entah sejak kapan aku mulai membenci malam. Namun sepanjang yang kuingat, malam tidak pernah menjadi waktu yang aku tunggu. Malam selalu menyuguhkan keheningan dan kegelapan yang seperti tiada habisnya sehingga menimbulkan rasa hampa dan sepi dalam diriku. Sebaliknya, hujan merupakan fenomena alam yang paling aku tunggu. Sejak kapan aku mulai menyukainya? Entahlah, sepertinya kesenangan ini sudah lahir bersamaku. Suara hujan yang bergemerisik dan berisik mungkin terkadang mengusik sebagian orang. Tetapi bagiku, suara hujan menentramkan. Bagiku, suara hujan menandakan adanya kehidupan, menandakan bahwa bumi masih berputar, dan yang paling penting, suara hujan dapat mengisi suara keheningan yang aku benci.

Malam dan hujan. Bagaimana mungkin dua hal yang sangat aku benci dan senangi dapat berkolaborasi menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi? Apakah aku akan ikut membenci hujan karena telah menemani malam, atau akankah aku menjadi senang dengan malam karena malam tidak lagi terlalu sepi? Ini terlalu sulit.

--

Mungkin aku bukan takut malam, dan mungkin pula, aku bukan senang dengan hujan. Mungkin, aku hanya takut merasakan kesepian. Suara malam – atau perlu kusebut, ‘tidak adanya suara malam’ – menimbulkan rasa takut dalam diriku yang pengecut ini. Sedangkan suara hujan, meskipun bergemuruh dan keras, dapat memberikanku kenyamanan karena setidaknya aku tidak akan merasakan kesendirian. "Ada hujan, kok", bisikku dalam hati.

No comments: